Banyak Tol Dibangun di Atas Lahan Gambut, Pengamat: Karena Tidak Ada Alternatif Lain
JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah permasalahan kerap terjadi di jalan bebas hambatan berbayar atau biasa disebut jalan tol belum lama ini. Bukan sekadar proses pengadaan lahan dan pembangunan, jalan tol juga sering mengalami kerusakan pasca-operasional. Hal ini tentunya menghambat mobilitas masyarakat dalam bepergian serta menyebabkan antrean panjang di jalan tol. Sebut saja, Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) yang mengalami ambles sepanjang 40 meter di Km 122+400 arah Jakarta, berada di wilayah Kabupaten Subang, Senin (8/2/2021).
Menurut Direktur Operasi Astra Tol Cipali Agung Prasetyo, intensitas dan curah hujan tinggi membuat banyak volume air masuk ke dalam lapisan dasar atau base layer jalan tol melalui retakan. Kondisi tersebut diperparah dengan banyaknya kendaraan beban berat yang melintas untuk menghindari banjir di jalur pantai utara ( Pantura) Jawa. Lalu, keretakan bertambah parah pada pukul 22.00 WIB hingga terjadi amblesan lebih besar.
Tak hanya Tol Cipali, longsor juga lebih dahulu menimpa Tol Surabaya-Gempol, tepatnya di Km 06+200 arah Gempol pada Selasa (26/1/2021). Longsor itu merupakan akibat dari penurunan tanah pada bahu luar dan lajur lambat (L1) di Km 6+200 jalur A (segmen Dupak-Waru) Tol Surabaya-Gempol yang dipicu intensitas curah hujan tinggi. Pengelola Tol Surabaya-Gempol, PT Jasa Marga (Persero) Tbk menargetkan, penanganan longsor di Tol Surabaya-Gempol tuntas akan tuntas akhir Februari Tahun 2021. Lantas, apakah amblesnya jalan tol semata-mata terjadi karena dibangun di atas lahan tak semestinya? Guru Besar Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Paulus Pramono Rahardjo mengatakan, memang banyak fenomena jalan tol dibangun di atas tanah gambut dan lunak.
“Banyak, misalnya Tol Palembang-Indralaya, Tol Semarang-Batang, Tol Semarang-Kendal,” ucap Paulus kepada Kompas.com, Rabu (17/2/2021). Paulus mengatakan, banyak tol dibangun di atas tanah gambut dan lunak karena memang tidak ada alternatif lain. Meski begitu, tentunya dilakukan perbaikan tanah terlebih dahulu sebelum dibangun jalan tol atau biasa disebut ground improvement. Agar kejadian longsor di jalan tol tak terulang lagi, harus ada langkah antisipasi yang dilakukan. “Monitoring ( pemantauan), maintenance (pemeliharaan), dan melakukan perkuatan bila sudah ditemukan gejala-gejala (rusak di jalan tol),” imbuh dia.
Selain itu, Paulus mengatakan, kondisi alam yang ekstrem juga ikut berkontribusi pada kerusakan jalan tol dibanding kondisi teknis. Sebab, kajian teknis dan ekonomis pasti akan selalu dilakukan dalam engineering (teknik). Soal amblesnya Tol Cipali di Km 122+400 terjadi karena berada di atas tanah ekspansif. Sehingga, ketika hujan deras dengan intensitas tinggi menyebabkan terjadinya perubahan pada tanah hingga menjadi lunak dan licin. Sebagaimana diketahui, Tol Cipali telah beroperasi selama hampir enam tahun sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 13 Juni 2015 silam. Dalam rentang waktu tersebut, kata Paulus, tentunya perencanaan sudah dilakukan dengan baik. Lebih dari waktu tersebut, memang jalan tol bisa mengalami masalah berupa degradasi tanah. “Sesudah lima tahun, maka dapat saja terjadi degradasi tanah. Tapi hal itu sudah diperhitungkan,” tuntas Paulus.
Sumber : Kompas